Sinyal Bahaya untuk Jokowi.. Kasus Archandra Diniatkan untuk Menjatuhkan Presiden?

Tags:

http://ift.tt/2bpdza5


Sinyal Bahaya untuk Presiden Jokowi?
Oleh: Wartawan Republika, Arif Supriyono

Dunia ini panggung sandiwara
Ceritanya mudah berubah
Kisah Mahabharata
Atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura

Penggalan syair lagu Panggung Sandiwara yang liriknya dibuat oleh Taufik Ismail dan Ian Antono-- serta dipopulerkan oleh penyanyi Ahmad Albar-- itu memang bisa dipakai untuk menggambarkan gonjang-ganjing politk nasional saat ini. Ya, kita baru saja menyaksikan panggung sandiwara paling aneh di pentas politik kenegaraan.

Bisa jadi ini merupakan sejarah atau rekor baru dunia sebagai pejabat paling singkat yang mengemban amanat sebagai menteri. Hanya 20 hari Arcandra Tahar menduduki posisi sebagai menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM). Ia dilantik sebagai menteri ESDM, hasil perombakan kedua dalam kabinet Joko Widodo, pada 27 Juli 2016. Lalu pada 14Agustus 2016, Presiden Joko Widodo membuat surat keputusan yang memberhentikan Arcandra dari jabatannya mulai 15 Agustus 2016.

Menteri berhenti dari jabatannya dalam waktu singkat sejatinya bukan merupakan hal yang luar biasa dan aneh. Keanehan dari pemberhentian Arcandra adalah kasus yang sejak sepekan sebelumnya, suara yang mempersoalkan kewarganegaraan Arcandra sudah terdengar riuh-rendah. Pria yang telah 20 tahun tinggal di Amerika Serikat tersebut dituding sudah menjadi warga negara negeri adidaya itu. Sanggahan sempat dilontarkan Arcandra namun tak juga menyurutkan opini publik.

Semua anggota kabinet ikut ramai membahas. Bahkan presiden dan wakil presiden pun tak luput dari incaran media untuk dimintai keterangan. Sampai akhirnya ada informasi dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly.

Yasonna menyatakan, saat dilantik sebagai menteri, Arcandra masih tercatat sebagai warga negara AS. Arcandra saat itu memiliki paspor AS. Ini menjadi bukti, bahwa dia merupakan warga negara AS.

Lantaran Indonesia tak mengakui kewarganegaraan ganda, maka secara otomatis status Arcandra sebagai warga negara Indonesia gugur begitu dia menjadi warga negara AS. Padahal, syarat menjadi menteri adalah warga negara Indonesia (WNI). Dengan demikian, tak ada satu pun dalih untuk mempertahankan keberadaan Arcandra di kabinet.

Permohonan Arcandra sebagai warga negara AS dilakukan tahun 2012 dalam proses naturalisasi. Arcandra pun bahkan memiliki hak pilih dalam pemilu di AS. Karena tak ada bantahan lagi, maka palu godam pun dijatuhkan dan Arcandra harus angkat kaki dari kantor Kementerian ESDM.

Peristiwa ini tentu mencoreng wajah pemerintahan kita. Gembar-gembor tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) tak lebih dari slogan belaka. Pemerintah Indonesia mengangkat seorang menteri yang berstatus WNA, sungguh merupakan lelucon yang sama sekali tak pantas terjadi. Saya yakin, presiden pun malu bukan kepalang atas kasus ini. Hal itu sekaligus memperlihatkan kecerobohan dan kekurangseriusan dalam mengelola

Pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam kasus ini adalah Sekretariat Negara. Dalam urusan dengan pejabat baru, Setneg harus mencari tahu seluk-beluk kandidat yang bersangkutan. Setneg wajib memiliki data dari A hingga Z milik sang calon. Ini agar saat presiden membuat surat keputusan, segala hal ihwal yang berkaitan dengan calon
menteri tersebut bisa diketahui.

Bila Setneg tak bisa menelusuri secara mendetail jejak kandidat menteri atau pejabat tinggi itu, maka sah-sah saja kalau kemudian minta bantuan kepada Badan Intelijen Negara (BIN). Dengan kaki-tangannya yang panjang, bagi BIN hal seperti ini bukanlah sesuatu yang rumit. Ada sebagian pihak yang menilai, semestinya ini menjadi tugas BIN untuk menelusuri keberadaan calon menteri atau pejabat tinggi. Benarkah demikian?

Jika kita tilik lima poin tugas BIN (sesuai Pasal 29 UU No 17/2011), ada dua yang seolah terkait dengan masalah ini. Kedua poin tugas BIN yang sekilas terkait itu adalah: membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing (poin d) serta memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan
pemerintahan (poin e).

Namun apabila dicermati dalam penjelasan pasal 29 itu, maknanya agak berbeda. Rekomendasi yang dimaksud dalam UU itu adalah berisi persetujuan atau penolakan terhadap orang dan/atau lmbaga asing tertentu yang akan menjadi warga negara Indonesia, menetap, berkunjung, bekerja, meneliti, belajar, atau mendirikan perwakilan di Indonesia dan terhadap transaksi keuangan yang berpotensi mngencam keamanan serta kepentingan

Arcandra jelas bukan untuk mencari pekerjaan di Indonesia. Dia juga bukan berniat menjadi warga negara Indonesia. Oleh sebab itu, tidak secara otomatis keberadaan Arcandra pada saat akan menjadi menteri tersebut menjadi kewajiban BIN untuk menelusuri identitasnya. BIN wajib melakukan penelusuran bila memang diminta oleh Setneg.

Adapun penjelasan di UU tersebut untuk poin e tugas-tugas BIN (memberikan pertimbanngan, saran, dan rekomendasi itu berkaitan dengan: pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pjabat eselon I, pemberian hak akses terhadap rahasia negara, serta pengamanan internal (personel, informasi intelijen negara, dan material). Ini pun membuktikan BIN tak wajib menelusuri keberadaan calon menteri.

Lalu ada pula yang bertanya, orang yang mengusulkan masuknya Arcandra sebagai anggota kabinet harus bertanggung jawab. Bagi saya, siapa pun bisa mengusulkan nama kepada presiden untuk kandidat menteri atau pejabat tinggi lainnya. Jika kemudian presiden memberi sinyal atau respon atas nama yang diusulkan, maka otomatis Setneg harus menyibukkan diri untuk mencari data tentang sosok tersebut.

Ini pelajaran yang sungguh berharga pada siapa pun yang mendapat amanah untuk mengelola negeri ini. Jangan pernah menyepelekan atau bahkan abai atas persoalan adminstrasi untuk urusan kenegaraan. Siapa pun yang menjadi pejabat, wajib meneliti setiap lembar dokumen yang masuk dan diperlukan. Ini juga menjadi bagian penting dari tata kelola kasus keteledoran ini sempat membuat suara sumbang masyarakat. 

Ada sebagian masyarakat yang menilai: ya beginilah kalau mengelola negara bak mengurus sebuah rukun tetanggat (RT). Semuanya serbamenggampangkan persoalan, seolah yang perlu dilakukan oleh hanyalah bekeja dan bekerja. Bagi seorang pejabat, bekerja keras adalah sebuah keniscayaan. Bekerja seperti apa dan untuk siapa, itulah hal yang paling penting.

Syarat pintar/ahli dan pekerja keras bagi pejabat tinggi atau menteri memang perlu. Namun, kita tetap harus tahu persis bahwa di dalam dada (calon) pejabat itu tetap bersemayam warna �merah-puti� yang menandakan tingginya komitmen kepada bangsa, negara, dan rakyat.

Saya yakin, Presiden Joko Widodo pasti merasa tertampar dengan kasus ini. Bisa jadi, rasa malu luar biasa menghinggapi presiden pada hari-hari ini. Mudah-mudahan ini �hanya� sekadar kecelakaan saja (walau fatal) akibat ketidakcermatan dan bukan lantaran niat untuk menjerumuskan presiden. Jika kasus itu diniatkan untuk menjatuhkan presiden (pemerintahan), maka negara ini dalam keadaan bahaya. [rol]

HP ANDROID Kamu Memiliki Tampilan Yg Membosankan? : KLIK!! Download Aplikasi 3D Live Wallpaper Parallax Android Gratis

bfuafib

Post a Comment

Lagi Hangat